Pergimu
Pergimu
Tahun 2009 itu adalah tahun akhir dari pendidikan SD. Tanggal 11 Mei merupakan tanggal ujian Nasional, namun sebelum ujian nasional, peristiwa menyakitkan itu menimpa keluarga. Tepat jam 9 malam WIT, Kakak Lor menelpon katanya, "Jito, Bapak sudah tidak bersama kita lagi, Bapak meninggal." Handphone Nokia itu jatuh dari tanganku. Aku jatuh sesak napas, hanya air mata yang keluar namun suara ku hilang. Aku menangis sambil membanting dan memukul dinding.
Aku merasa seperti dunia ini runtuh. Aku tidak bisa percaya bahwa ayahku yang selalu ada untukku sekarang tidak ada lagi. Aku menangis dan menangis, tidak bisa berhenti. Adikku, Ciko, bertanya kepadaku, "Kakak, kenapa Mama dan kalian semua menangis?" Aku memeluknya erat dan berkata, "Bapak sudah tidak bersama kita lagi." Dia pun memelukku sambil menangis berteriak.
Mama menangis memeluk kami semua, Mama berkata, "Bapak sudah meninggal." Malam itu Bapak pulang dari rumah seseorang yang tidak aku sebutkan namanya di sini. Jum'at jam 10 malam itu Bapak pulang dari rumah itu, Bapak bilang, "Tumben ee, biasanya saya di kasih kopi tapi tadi mereka malah kasih saya minum susu di gelas yang besar." Aku yang waktu itu masih kecil dan tidak tahu apa-apa hanya bilang, "Mereka mungkin baru dapat uang dari anaknya."
Jam 2 dini hari Bapak seperti di rasuki roh jahat. Bapak bilang, "Ada banyak orang yang lagi menunggu Bapak di depan pintu." Pas Bapak buka pintu, terdengar suara tamparan yang sangat keras dan Bapak langsung jatuh di depan pintu. Aku, Mama, Kak Ivon, Ka Lor. Kami semua berlari keluar dari kamar masing-masing. Saat sampai Bapak sudah kencing dan buang air besar di celananya. Kami menggendong Bapak masuk, mengganti dan membersihkannya.
Jam 02:30 keluar banyak busa dari mulut Bapak. Mama teriak ke Kakak Lor, "Lor, ambil minyak kelapa, Bapakmu pasti racuni." Setelah selesai Bapak minum minyak kelapa, satu hal yang aneh yaitu ada bekas tangan di leher Bapak (semacam di tato). Mama bilang, "Bapak di santet."
Besok pagi Mama menyuruh Kak Lor untuk menelpon ke Om Jhon di Lurasik bilang, "Kalau Bapak di racuni." Setengah jam selesai telpon, Om sampai rumah. Saya mau bilang rumah kami di Sulabitetek, Dusun Webutak, Desa Leuntoluu, Kabupaten Belu. Om langsung membawa Bapak ke rumah sakit.
Selama beberapa hari di rumah sakit, Bapak tidak bicara, tidak bergerak, setiap kali ada saudara/saudarinya yang menjenguk, air mata Bapak yang keluar bukan suaranya. Mama, Om Almeida, Tanta Lusi, Om Jhon, perawat, Tanta Tina, beserta keluarga lainnya sudah mencoba banyak cara. Berdoa ke orang pintar, banyak sekali orang pintar yang berdoa, melakukan ritual-ritual untuk menyembuhkan Bapak, tapi sama saja tidak ada perubahan.
Saptu jam 7 malam itu, tiba-tiba Bapak bangun dan minta makan ke Mama dan Tanta Lusi, "Buatkan saya bubur ayam kampung." Kami semua sangat senang. Keluarga besar sangat gembira. Namun kegembiraan itu hanya terjadi selama dua jam. Tepat jam 9 malam, Bapak tidur untuk selama-lamanya.
Post a Comment